Hadits-hadits pilihan dari Kitab Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah Sahih Bukhari disertai beberapa keterangan tambahan
Bukhari meriwayatkan dari Thariq bin Syihab radhiyallahu’anhu, ada seorang lelaki Yahudi berkata kepada Umar, “Wahai Amirul Mukminin, seandainya turun kepada kami (Yahudi) ayat ini, ‘Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam sebagai agama bagi kalian’ niscaya hari itu akan kami jadikan sebagai hari raya.” Maka Umar mengatakan, “Sesungguhnya aku tahu kapan hari turunnya ayat ini. Ia turun pada hari Arafah di hari Jumat.” (HR. Bukhari [7268]).
Syaikh Ali Hasan Al-Halabi mengatakan, “Maka perbuatan mengada-ada atau menciptakan bid’ah pada hakikatnya merupakan sanggahan kepada syari’at dan tindakan lancang yang sangat buruk, orang yang melakukannya -secara tidak langsung- telah menyerukan bahwa syari’at ini belum cukup dan belum sempurna [!] sehingga butuh untuk menciptakan hal yang baru dan bid’ah di dalamnya!!” (Ilmu Ushul Bida’, hal. 19).
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seluruh umatku pasti masuk surga, kecuali yang enggan.” Mereka bertanya, “Siapakah yang enggan wahai Rasulullah?”. Beliau menjaw ab,”Barangsiapa yang menaatiku niscaya masuk surga dan barangsiapa yang durhaka kepadaku dia lah orang yang enggan.” (HR. Bukhari [7280]).
Ibnu Hajar mengatakan, “Apabila yang tidak taat itu adalah orang kafir maka sama sekali dia tidak akan masuk surga. Dan apabila dia adalah muslim maka maksudnya adalah dia akan terhalang masuk surga bersama dengan orang-orang yang memasukinya sejak awal kecuali orang yang dikehendaki Allah ta’ala.” (Fath Al-Bari, 13/291).
Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah ajaran yang aku tinggalkan kepada kalian ini apa adanya, sesungguhnya kebinasaan umat-umat sebelum kalian itu hanyalah disebabkan karena terlalu banyak mempertanyakan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Apabila aku melarang sesuatu kepada kalian maka jauhilah, dan apabila aku memerintahkan sesuatu maka laksanakanlah sekuat kemampuan kalian.” (HR. Bukhari [7288]).
Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai cincin dari emas dan orang-orang pun ikut memakai cincin dari emas, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu aku memakai cincin dari emas.” Kemudian beliau membuangnya dan berkata, “Sekarang aku tidak akan memakainya lagi untuk selama-lamanya.” Maka orang-orang (para sahabat) pun membuang cincin-cincin mereka (HR. Bukhari [7298]).
Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu’anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan sesuatu yang beliau sendiri memberikan keringanan atasnya namun sebagian orang malah tidak mau melakukannya. Maka kejadian itu pun sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau memuji Allah lalu berkata, “Apa gerangan yang menimpa diri orang-orang yang menjauhkan dirinya dari sesuatu yang aku sendiri melakukannya. Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling mengenal Allah dan paling takut kepada-Nya dibandingkan mereka semua.” (HR. Bukhari [7301]).
Bukhari meriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan senantiasa ada sekelompok orang di antara umatku yang selalu menang hingga datang kepada mereka ketetapan Allah sedangkan mereka dalam keadaan menang.” (HR. Bukhari [7311]).
Ibnu Hajar menukil bahwa Al-Hakim meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Imam Ahmad, beliau mengatakan, “Apabila mereka itu bukan ahli hadits, maka aku tidak tahu lagi siapa mereka itu.” (Fath Al-Bari, 13/336).
Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti jejak orang-orang sebelum kalian. Sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, bahkan sampai-sampai apabila mereka memasuki lubang dhabb sekalipun maka kalian pun akan memasukinya.” Kami bertanya, “Apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Kalau bukan mereka, siapa lagi” (HR. Bukhari [7320]).
Bukhari meriwayatkan dari Amr bin Al-’Ash radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang hakim berijtihad kemudian benar maka dia akan mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihad lalu salah maka dia akan mendapatkan satu pahala.” (HR. Bukhari [7352]).
Ibnu Hajar menerangkan bahwa yang dimaksud dua pahala adalah pahala ijtihad dan pahala benar, sedangkan yang dimaksud satu pahala adalah pahala ijtihad saja (lihat Fath Al-Bari, 13/365). Syaikh Muhammad bin Husain Al-Jizani mengatakan berdalil dengan hadits ini, “Dengan hal itu dapat dimengerti bahwa kebenaran di sisi Allah itu hanyalah satu tidak berbilang, dan menunjukkan bahwa orang yang benar di antara kedua ahli ijtihad [yang berselisih itu] hanya satu, tidak setiap mujtahid itu benar.” (Ma’alim Ushul Fiqh ‘inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 488).
Bukhari meriwayatkan dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu’anhu, bahwa dahulu ada seorang perempuan dari Anshar yang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membicarakan sesuatu, maka Nabi pun memerintahkan sesuatu kepadanya. Lalu perempuan itu berkata, “Bagaimana pendapat anda wahai Rasulullah, jika saya tidak bertemu dengan anda?”. Maka beliau bersabda, “Jika kamu tidak bertemu denganku maka datanglah kepada Abu Bakar.” (HR. Bukhari [7360]).
Ibnu Hajar menerangkan bahwa keterangan sebagian ulama yang menyatakan bahwa hadits ini menunjukkan bahwa Abu Bakar adalah khalifah setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pendapat yang benar, akan tetapi hal itu berupa isyarat saja bukan secara tegas (lihat Fath Al-Bari, 13/380).